Monday, May 6, 2013

Kemdikbud Rilis Data Terbaru Sekolah Pelaksana Kurikulum 2013

0 comments
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, menyampaikan data terbaru jumlah sekolah pelaksana kurikulum 2013, di Kantor Kemdikbud, hari ini Senin 6 Mei. Dari data tersebut diketahui, terdapat pengurangan baik dari jumlah sekolah, guru, maupun siswa. “Kita kurangi besar kendaraan yang akan ditumpangi, ilustrasinya seperti itu. Untuk itu, harus kita matangkan dan mantapkan betul. Jangan sampai kita tidak realistis dalam arti tidak mempertimbangkan faktor-faktor eksternal,” jelasnya pagi ini (6/05), di ruang kerjanya, usai sidak UN SD.

Menteri Nuh mengatakan, penetapan jumlah sekolah pelaksana tersebut tidak serta merta hanya pertimbangan akademik. Ada pertimbangan-pertimbangan eksternal yang diikutkan, yaitu variabel kesiapan. Salah satu kriteria sekolah yang diprioritaskan untuk menjalankan kurikulum ini adalah sekolah eks-RSBI dan sekolah dengan akreditasi A. “Sekolah itu variabelnya lebar, dan orang ingin mendapatkan rasio keberhasilan yang tinggi. Oleh karena itu, kita rumuskan variabel kesiapan,” katanya.



Untuk sekolah dasar (SD), kurikulum 2013 akan dijalankan di 2.598 sekolah, oleh 15.629 guru, dan 341.630 siswa. Untuk SMP, dijalankan di 1.521 sekolah, 27.403 guru, dan 342.712 siswa. Untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), dijalankan di 1.270 sekolah, 5.979 guru, dan 335.940 siswa. Dan untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dijalankan di 1.021 sekolah, 7.102 guru, dan 514.783 siswa. Total keseluruhan pelaksana kurikulum 2013 adalah 6.410 sekolah, 56.113 guru, dan 1.535.065 siswa.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA. juga menyampaikan jumlah sekolah pelaksana di beberapa daerah. Daerah-daerah tersebut adalah, DI Aceh 132 sekolah, Bali 203 sekolah, Jawa Tengah 881 sekolah, Jawa Barat 887, Jawa Timur 1053, Sumatera Utara 263, Banten 225 sekolah, DIY 146 sekolah, dan Jakarta 250 sekolah.

Mendikbud menjelaskan, pengumpulan data jumlah sekolah, siswa dan guru menggunakan beberapa instrumen. Data-data siswa diperoleh dengan menggunakan instrumen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang berbasis siswa. Sedangkan guru dan sekolah dengan menggunakan Data Pokok Pendidikan (Dapodik).

Pemilihan sekolah, kata Mendikbud, juga mempertimbangkan jarak lokasi dari bandar udara terdekat. Karena proses distribusi logistik mempunyai peran besar dalam menjamin pelaksanaan kurikulum 2013. Oleh karena itu, basis pemilihan sekolah pun tidak lagi berbasis kabupaten/kota, melainkan berbasis provinsi. Jadi dimungkinkan tidak semua kabupaten kota ada (sekolah pelaksana kurikulum 2013 – redaksi),” tuturnya.

Kemdikbud sendiri telah memiliki sistem yang bisa melihat lokasi sekolah, yang telah diintegrasikan dengan sistem google earth. “Kita sudah punya sistem monitoring di monitoring room. Kita tau dimana lokasi sekolah, berapa jarak dari bandara, itu untuk mempertimbangkan distribusi logistik. Kita sudah sensus koordinat sekolahnya berapa,” jelasnya.

Sumber: Kemdikbud



Read more

Kurikulum 2013 Menurut Mendikbud

0 comments
Oleh Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Prof. Dr. Ir. H. Mohammad Nuh, DEA. bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia akan drastis diubah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyusun kurikulum baru yang rupanya sudah digagas sejak 2010. Alasan Kemendikbud, kurikulum pendidikan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Karena zaman berubah, maka kurikulum harus lebih berbasis pada penguatan penalaran, bukan lagi hafalan semata.

Perubahan ini diputuskan dengan merujuk hasil survei internasional tentang kemampuan siswa Indonesia. Salah satunya adalah survei "Trends in International Math and Science" oleh Global Institute pada tahun 2007. Menurut survei ini, hanya 5 persen siswa Indonesia yang mampu mengerjakan soal berkategori tinggi yang memerlukan penalaran. Sebagai perbandingan, siswa Korea yang sanggup mengerjakannya mencapai 71 persen. Sebaliknya, 78 persen siswa Indonesia dapat mengerjakan soal berkategori rendah yang hanya memerlukan hafalan. Sementara itu, siswa Korea yang bisa mengerjakan soal semacam itu hanya 10 persen.



Indikator lain datang dari Programme for International Student Assessment (PISA) yang di tahun 2009 menempatkan Indonesia di peringkat 10 besar paling buncit dari 65 negara peserta PISA. Kriteria penilaian mencakup kemampuan kognitif dan keahlian siswa membaca, matematika, dan sains. Dan hampir semua siswa Indonesia ternyata cuma menguasai pelajaran sampai level 3 saja. Sementara banyak siswa negara maju maupun berkembang lainnya, menguasai pelajaran sampai level 4, 5, bahkan 6. Satu kesimpulan dari dua survei itu adalah: prestasi siswa Indonesia terkebelakang.

Dalam beberapa bulan terakhir, harian Kompas memuat tulisan dari mereka yang pro ataupun kontra terhadap rencana implementasi Kurikulum 2013. Mendikbud menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas berbagai pandangan tersebut.

Mendikbud berkesimpulan, mereka yang mempertanyakan kurikulum 2013 adalah karena ada perbedaan cara pandang atau belum memahami secara utuh konsep kurikulum berbasis kompetensi yang menjadi dasar Kurikulum 2013.
Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.

Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.

Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan dapat dicapai.

Perencanaan Pembelajaran

Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi menjadi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.
Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.

Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses), supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.

Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, tak tepat jika ada yang menyampaikan bahwa pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum, karena yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran bukan kurikulum. (Mohammad Abduhzen, “Urgensi Kurikulum 2013”, Kompas, 21/2 dan “Implementasi Pendidikan”, Kompas, 6/3). Hal ini menunjukkan belum dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi termasuk mencakup metodologi pembelajaran.

Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan. Sebagai contoh, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai “memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah konkret dan abstrak, sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran. Proses pembentukan kompetensi itu, sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.

Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan Abad 21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.

Mengatakan tidak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP.
Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi matapelajaran dan tumpang tindih yang tidak diperlukan pada beberapa materi matapelajaran, kecepatan pembelajaran yang tidak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berfikir.

Kompetensi Inti

Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang untuk pencapaiannya. Sekali lagi, teori manajemen mengajarkan, untuk memudahkan proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap sesuai dengan jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.

Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.

Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi inti juga memiliki multidimensi. Untuk kemudahan operasionalnya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang relevan. Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.

Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi-kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran.

Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat, menjadi kompetensi inti. Bila pengertian kompetensi inti telah dipahami dengan baik, tentunya tidak akan ada kritikan bahwa Kurikulum 2013 adalah salah dengan alasan pada “Kompetensi Inti Bahasa Indonesia” tidak terdapat kompetensi yang mencerminkan kompetensi Bahasa Indonesia, karena memang tidak ada yang namanya kompetensi inti Bahasa Indonesia, sebagaimana yang dipertanyakan Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres” (Kompas, 2/3).

Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Ini sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.

Uraian kompetensi dasar sedetil ini adalah untuk memastikan bahwa capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap.
Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik, karena kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihafalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi pendidik, bahwa dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut, ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya. Apabila konsep pembentukan kompetensi ini dipahami, dapat mengurangi bahkan menghilangkan kegelisahan yang disampaikan L. Wiliardjo dalam “Yang Indah dan yang Absurd” (Kompas, 22/2)

Kedudukan Bahasa

Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat dimana peserta didik mulai diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD masih belum terlatih berfikir abstrak. Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih dahulu perlu dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar berfikir abstrak.

Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta didik.

Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain. Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar, pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.

Dengan cara ini pula, maka pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia kurang diminati oleh pendidik maupun peserta didik.

Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis. Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik, terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Acep Iwan Saidi, “Petisi untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Rumusannya berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda dengan kurikulum berbasis materi, sehingga sangat dimungkinkan terjadi perbedaan persepsi tentang bagaimana kurikulum seharusnya dirancang. Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai kritik dari yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi. Untuk itu ada baiknya memahami lebih dahulu terhadap konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas, sebelum mengkritik.


Sumber: Kemdikbud




Read more
Thursday, March 21, 2013

Kurikulum 2013 untuk Memperbaiki Kompetensi

0 comments
Tidak meratanya standar sarana dan prasarana di setiap sekolah sering dijadikan pertanyaan bagi sebagian orang, apakah sekolah-sekolah yang standar sarana prasarana yang masih rendah mampu menjalankan kurikulum 2013?

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh menegaskan, kurikulum 2013 memang didesain untuk memperbaiki kompetensi. Dalam kurikulum ada empat standar yang diperbaiki. Yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian/evaluasi. “Meski bangkunya hanya lima atau sepuluh, tidak mempengaruhi kurikulum. Karena kurikulum tidak mengharuskan adanya perbaikan sarana dan prasarana,” kata Mendikbud saat berdialog dengan Majelis Pendidikan Kristen se-Indonesia di SMA BPK Penabur Jakarta, Jumat (15/03).



Meski demikian, kehadiran kurikulum 2013 tidak akan mengurangi usaha pemerintah untuk memperbaiki sarana dan prasarana di sekolah. Tidak hanya sarana dan prasarana, kualitas gurupun ditingkatkan. “Standar-standar pendidikan yang lain tetap diperkuat. Kalau meningkatkan kualitas guru dengan melakukan pelatihan-pelatihan, kalau peningkatan kualitas sarana dan prasarana salah satunya dengan program rehab sekolah,” tuturnya.

Berbeda dengan kurikulum terdahulu (KTSP, red.) yang kompetensinya berdasarkan mata pelajaran, di kurikulum 2013 pola pikir tersebut diubah. Output ditentukan terlebih dahulu, baru kemudian ditentukan apa saja kompetensi isi dan proses yang dibutuhkan. Karena dari berbagai sumber tentang metodologi, selalu dikatakan bahwa output tidak pernah sejajar dengan proses. “Output itu pasti setelah proses,” katanya.

Selain itu, untuk memaksimalkan potensi guru dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa, di kurikulum 2013 guru tidak lagi dibebani untuk membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau silabus. Tugas tersebut diambil alih oleh pemerintah. Pengambilalihan tugas tersebut, menurut Mendikbud, bukan untuk memotong kreativitas guru. Karena silabus yang dirancang pemerintah merupakan satuan minimal yang masih bisa dikembangkan oleh masing-masing guru.

Sumber: Kemdikbud



Read more

Mendikbud Yakin Implementasi Kurikulum 2013 Berjalan Lancar

0 comments
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengungkapkan optimismenya bahwa penerapan kurikulum 2013 bisa dilaksanakan sesuai jadwal, yaitu pada tahun pelajaran 2013/2014 mendatang. "Kurikulum 2013 ini akan tetap kita laksanakan pada tahun ajaran 2013 - 2014, mulai Juli mendatang, sekarang masih ada waktu untuk melengkapi kekurangan," kata Mendikbud dalam acara sosialisasi Kurikulum 2013 di Aula Dinas Pendidikan Jawa Barat di Bandung, Sabtu (16/3).

Saat ini, menurut Menteri Pendidikan, persiapan yang paling mendasar adalah buku. "Karena buku ini akan dipakai dalam pelatihan guru dan sekaligus dipakai anak-anak kita bulan Juli nanti," ujar Menteri Nuh. Mendikbud berharap penyiapan buku tersebut dapat selesai dalam waktu dekat ini, sesuai jadwal yang ditetapkan.



Menanggapi kasus-kasus yang terjadi beberapa tahun terakhir ini dimana isi buku pelajaran tidak sesuai dengan norma kesusilaan, Menteri menegaskan bahwa hal itu adalah lembar kerja siswa (LKS). Oleh karena itu dalam kurikulum 2013, buku-buku pelajaran tersebut akan sungguh-sungguh dikendalikan oleh Pemerintah. "Jadi akan dikendalikan betul, kita tidak ingin ada kesalahan pada buku-buku yang ada," ujar mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) tersebut.

Buku-buku pelajaran tersebut akan ditulis oleh sebuah tim, bukan oleh satu atau dua orang saja. "Nantinya akan ada internal reviewer termasuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan juga independent reviewer," kata Mendikbud. Hal tersebut untuk memastikan dari segi konten dan metodenya tidak ada masalah. Mendikbud berharap kasus-kasus isi buku yang kurang sesuai dengan norma susila ataupun kesalahan substansi tidak terjadi lagi di masa mendatang.

Sumber: Kemdikbud



Read more
 
Diklat Online © 2011 Bank Soal & World Sharings. Supported by Google docs viewer

Thanks for All friends